Sistem Informasi Kesehatan

ABSTRAK


Sistem informasi kesehatan merupakan suatu pengelolaan informasi diseluruh tingkat pemerintah secara sistematis dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat. Peraturan perundang-undangan yang menyebutkan sistem informasi kesehatan adalah Kepmenkes Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan dan Kepmenkes Nomor 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang petunjuk pelaksanaan pengembangan sistem laporan informasi kesehatan kabupaten/kota. Dalam era seperti saat ini, begitu banyak sektor kehidupan yang tidak terlepas dari peran serta dan penggunaan teknologi komputer, terkhusus pada bidang-bidang dan lingkup pekerjaan. Rumah Sakit, sebagai salah satu institusi pelayan kesehatan masyarakatakan melayani traksaksi pasien dalam kesehariannya. Melihat situasi tersebut, sudah sangatlah tepat jika rumah sakit menggunakan sisi kemajuan komputer, baik perangkat lunak maupun perangkat kerasnya dalam upaya membantu penanganan manajemen yang sebelumnya dilakukan secara manual. Dengan demikian sangat dibutuhkan sekali dibangunnya sistem informasi kesehatan yang terintegrasi baik di dalam sektor kesehatan (antar program dan antar jenjang), dan di luar sektor kesehatan, yaitu dengan sistem jaringan informasi pemerintah daerah dan jaringan informasi di pusat.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem informasi merupakan sekumpulan komponen yang saling berhubungan, mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan mendistribusikan informasi untuk menunjang pengambilan keputusan dan pengawasan dalam suatu organisasi. Selain menunjang proses pengambilan keputusan, kordinasi, dan pengawasan sistem informasi juga dapat membantu manusia dalam menganalisis permasalahan, menggambarkan hal-hal yang rumit dan menciptakan produk baru. (Kenneth C. Laudon Dan Jane P. Laudon, 2007).

Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari pembangunan nasional, karena kesehatan sangat terkait dalam konotasi di pengaruhi dan dapat juga mempengaruhi aspek demografi atau kependudukan, keadaan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat termasuk pendidikan serta keadaan dan perkembangan lingkungan fisik maupun biologik.

Salah satu kebutuhan dalam pelaksanaan pembangunan dan usaha mencapai tujuan pembangunan kesehatan adalah informasi yang valid dan akurat. Oleh karena itu pembangunan system informasi, khususnya di bidang kesehatan dewasa ini perlu semakin dimantapkan dan dikembangkan. Hal ini mendukung pelaksanaan manajemen kesehatan dan pengembangan upaya-upaya kesehatan demi peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Perubahan pelayanan di bidang Kesehatan yang ditandai dengan adanya perdagangan bebas mengharuskan sektor kesehatan  untuk meningkatkan daya saing dengan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat. Sistem Informasi Manajemen saat ini merupakan sumber daya utama, yang mempunyai nilai strategis dan mempunyai peranan yang sangat penting sebagai daya saing serta kompetensi utama sebuah organisasi dalam menyongsong era Informasi ini.

Untuk mewujudkan informasi atas segala kegiatan pelayanan kesehatan salah satunya adalah Puskesmas  maka perlu satu system alat bantu berupa system informasi Puskesmas (Simpus)  agar semua kegiatan dapat termonitor dengan baik.

Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (Simpus) merupakan prosedur pemrosesan data berdasarkan teknologi informasi dan diintegrasikan dengan prosedur manual dan prosedur yang lain untuk menghasilkan informasi yang tepat waktu dan efektif untuk mendukung proses pengambilan keputusan manajemen.

Oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis merasa penting dan tertarik untuk membuat sebuah tugas ujian tengah semester yang berjudul “Sistem Informasi Kesehatan”. Dimana tugas ini di harapkan mampu memberikan sebuah kontribusi dan informasi yang bermanfaat bagi semua pihak dalam mendukung kemajuan di bidang sistem informasi kesehatan. Akhir kata, semoga tugas yang berjudul “Sistem Informasi Kesehatan” Mata Kuliah Strata I Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka dapat bermanfaat bagi semua pihak.

1.2.       Rumusan Masalah
  1. Apa yang dimaksud dengan sistem informasi kesehatan ?
  2. Apa saja peran sistem informasi kesehatan dalam sistem kesehatan?
  3. Apa saja model pengelolaan sistem informasi kesehatan di Indonesia?
  4. Apa saja model sistem informasi kesehatan nasional?


1.3.       Tujuan
  1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sistem informasi dalam kesehatan.
  2. Untuk mengetahui peranan sistem informasi kesehatan dalam sistem kesehatan.
  3. Untuk mengetahui model yang digunakan dalam pengelolaan sistem informasi kesehatan di Indonesia.
  4. Untuk mengetahui model yang digunakan dalam sistem informasi kesehatan nasional.

BAB II

PEMBAHASAN



2.1. Sejarah Sistem Informasi Kesehatan

Saat ini perkembangan Teknologi Informasi bisa menjadi sebagai bahan tolak ukur untuk melihat kemajuan disuatu daerah. terutama dengan hal-hal yang berkaitan dengan aspek pelayanan kesehatan. Indonesia sebagai negara yang sangat luas dan memiliki jumlah pelayanan kesehatan yang tersebar dari pelosok desa dan sampai perkotaan sangat membutuhkan sekali bentuk solusi yang bisa menjadi andalan dalam penyelesaian berkaitan dengan data dan pelayanan tersebut. apalagi saat ini dengan era Teknologi Informasi sangat diharapkan sekali adanya bentuk solusi yang mampu membantu dalam mewujudkan integrasi dan pelaporan data yang cepat, akurat dan mudah untuk diolah.

InfoKes (Informasi dan Monitoring Kesehatan Indonesia) merupakan salah satu produk karya anak bangsa sebagai media alternatif yang disiapkan untuk menjawab semua keprihatinan tersebut mencoba melakukan inovasi-inovasi untuk memberikan jalan keluar dalam mengatasi persoalan sistem informasi pelayanan dan manajemen kesehatan di Indonesia. dengan visi untuk melakukan "Digitalisasi dan monitoring pelayanan kesehatan di Indonesia secara Online dan Terintegrasi" maka infokes mencoba secara bertahap melakukan pengembangan.

Berawal dari tahun 2007 langkah besar untuk melakukan perubahan ini sudah mulai dilakukan dengan bermodalkan ilmu dan kemampuan di bidang Teknologi Informasi dan didukung beberapa pengalaman project-project maka team Infokes mulai melakukan suatu terobosan untuk menyediakan sarana elektronik berbasiskan web based untuk mencatatan pelaporan kesehatan setiap pelayanan kesehatan di Indonesia secara online. hasil pekerjaan tersebut cukup mendapatkan sambutan baik di kalangan pengelola unit pelayanan kesehatan dan pemerintah pusat karena sudah membantu mengatasi masalah berkaitan dengan lambatnya informasi dan pelaporan kesehatan dari unit pelayanan kesehatan sampai di tangan pemerintah. padahal laporan dan data-data tersebut sangat di butuhkan dalam proses percepatan pengambilan keputusan.

Namun seiring waktu berjalan akhirnya team Infokes dengan cara pengalangan dana sendiri terus mencoba melakukan riset untuk penyempurnaan dalam megatasi masalah kesehatan di Indonesia yang pada akhirnya melalui produk infokes di petakan menjadi 3 kelompok bagian :
  1. Infokes Manajemen Pasien
  2. Infokes Manajemen program
  3. Infokes Manajemen Organisasi

Setelah melalui beberapa tahapan riset maka akhirnya infokes melihat cukup 3 bagian tersebut yang harus dimiliki oleh Indonesia dalam mengatasi solusi Teknologi Informasi Kesehatan di Indonesia. maka akhirnya 3 pengelompokan tersebut menjadi ciri khas yang sudah dimiliki oleh produk infokes saat ini yakni segala sesuatu berkaitan dengan solusi IT untuk pelayanan kesehatan baik, dokter,Puskesmas,Klinik, Rumah Sakit dan Labor Kesehatan maka akan terkelompokan dalam Manajemen Pasien, sedangkan untuk melakukan rekapitulasi data untuk pelaporan secara berjenjang dari unit pelayanan kesehatan maka akan di akomodir dalam solusi manajemen program, sedangkan sara IT pendukung lainya di dibutuhkan oleh instansi kesehatan akan dikelompokan dalam Manajemen organisasi.

Perlahan tapi pasti apa yang sudah dicita-citakan tersebut dan berkat dukungan dari Team Infokes maka proses pengembangan aplikasi Infokes sudah memperlihatkan hasil yang cukup membanggakan yang dibuktikan tahun 2010 produk infokes berhasil meraih beberapa juara kompetisi IT di tingakat Nasional yakni "Winner" pengembangan aplikasi kategory E-Goverment dalam ajang kompetisi INAICTA (Indonesia ICT Award) oleh Depkominfo RI, "Winner" dalam Kompetisi IndigoFellowship 2010 yang diselengarakan oleh PT Telkomunikasi Indonesia yang juga akhirnya pada tahun tersebut berhak untuk mewakili Indonesia dalam kompetisi APICTA (Asia Pasific ICT Award) International untuk kategory E-Health di Kuala Lumpur.

Dengan semua bekal tersebut Team Infokes terus melakukan inovasi-inovasi untuk terus melakukan pengembangan baik dari sisi konten dan Teknologi supaya aplikasi ini benar-benar bisa diterima dan disenangi oleh penguna unit pelayanan kesehatan dan pengambil keputusan di Indonesia. Saat ini dengan Teknologi Cloud Computing maka Infokes telah menyiapkan unit pelayanan kesehatan secara online terintegrasi siap menggunakan aplikasi Infokes semoga mimpi Team Infokes untuk melakukan digitalisasi dan monitoring pelayanan kesehatan di Indonesia secara Online dan Terintegrasi dapat terwujud dengan cepat untuk melakukan perubahan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia.

2.2. Pengertian Sistem Informasi Kesehatan

Pengambilan keputusan akan lebih mudah jika semua informasi yang dibutuhkan sudah tersedia. Untuk tujuan itu, suatu sistem informasi perlu dibangun dengan mengorganisir berbagai data yang telah dikumpulkan secara sistematik, memproses data menjadi informasi yang berguna. Sistem informasi atau sistem informasi manajemen pada hakekatnya adalah serangkaian prosedur dan integrasinya dengan perangkat dan manusia untuk menghasilkan data/informasi untuk manajemen. Sistem informasi merupakan tatanan yang melibatkan manusia, peralatan, dan prosedur untuk menghasilkan data dan informasi yang digunakan untuk pengambilan keputusan.

SIK adalah suatu sistem yang menyediakan dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan di setiap jenjang administrasi kesehatan, baik di tingkat unit pelaksana upaya kesehatan, di tingkat kabupaten/kota, di tingkat provinsi, maupun di tingkat pusat.

Dalam pengembangan dan penguatan SIK harus memperhatikan prinsip-prinsip:
  • Keamanan dan kerahasiaan data – SIK harus dapat menjamin keamanan dan kerahasiaan data.
  • Standarisasi – Standarisasi SIK khusus dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dibahas dalam petunjuk teknis ini
  • Integrasi – SIK harus dapat mengintegrasikan berbagai macam sumber data, termasuk pula dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
  • Keterwakilan – Data dan informasi yang dikumpulkan harus dapat ditelusuri lebih dalam secara individual dan agregat sehingga dapat menggambarkan perbedaan gender, status sosial ekonomi, dan wilayah geografi.
  • Kemudahan akses – Data dan informasi yang tersedia oleh SIK harus mudah diakses oleh semua pihak sesuai hak dan kewenangannya.
  • Pemanfaatan teknologi informasi komunikasi (platform elektronik) – Sistem informasi yang dikembangkan akan berbasis data disaggregate atau individu dari fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga sistem berbasis elektronik sangat dibutuhkan.
  • Etika, integritas dan kualitas.


2.3. Peran Sistem Informasi Kesehatan Dalam Sistem Kesehatan

Menurut World Health Organization (WHO) dalam buku “Design and Implementaiton of Health Information System” (2000) bahwa suatu sistem informasi kesehatan tidak dapat berdiri sendiri, melainkan sebagai bagian dari suatu sistem kesehatan. Sistem informasi kesehatan yang efektif memberikan dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan semua jenjang. Sistem informasi harus dijadikan sebagai alat yang efektif bagi manajemen. WHO juga menyebutkan bahwa SIK merupakan salah satu dari 6 “building blocks” atau komponen utama dalam suatu sistem kesehatan. Enam komponen Sistem kesehatan tersebut adalah:
  • Service Delivery / Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan
  • Medical products, vacines, and technologies / Produk Medis, Vaksin, dan Teknologi Kesehatan
  • Health Workforce / Tenaga Medis
  • Health System Financing / Sistem Pembiayaan Kesehatan
  • Health Information System / Sistem Informasi Kesehatan
  • Leadership and Governance / Kepemimpinan dan Pemerintahan

SIK disebut sebagai salah satu dari 7 komponen yang mendukung suatu sistem kesehatan, dimana sistem kesehatan tidak bisa berfungsi tanpa satu dari komponen tersebut. SIK bukan saja berperan dalam memastikan data mengenai kasus kesehatan dilaporkan tetapi juga mempunyai potensi untuk membantu dalam meningkatkan efisiensi dan transparansi proses kerja.

Sistem Kesehatan Nasional terdiri dari dari tujuh subsistem, yaitu: (1) Upaya kesehatan, (2) Penelitian dan pengembangan kesehatan, (3) Pembiayaan kesehatan, (4) Sumber daya manusia kesehatan, (5) Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, (6) Manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan, dan (7) Pemberdayaan masyarakat.

Dalam Sistem Kesehatan Nasional, SIK merupakan bagian dari sub sistem manajemen, informasi dan regulasi kesehatan. Subsistem manajemen dan informasi kesehatan diselenggarakan guna menghasilkan fungsi-fungsi kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, informasi kesehatan dan hukum kesehatan yang memadai dan mampu menunjang penyelenggaraan upaya kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna. Dengan subsistem manajemen, informasi dan regulasi kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna dapat mendukung penyelenggaraan keenam subsistem lain dalam sistem kesehatan nasional sebagai satu kesatuan yang terpadu dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

2.4. Model Pengelolaan Sistem Informasi Kesehatan di Indonesia

Pada saat ini di Indonesia terdapat 3 (tiga) model pengelolaan SIK, yaitu :
  1. Pengelolaan SIK Manual, dimana pengelolaan informasi di fasilitas pelayanan kesehatan dilakukan secara manual atau paper based melalui proses pencatatan pada buku register, kartu, formulir-formulir khusus, mulai dari proses pendaftaran sampai dengan pembuatan laporan. Hal ini terjadi oleh karena adanya keterbatasan infrastruktur, dana, dan lokasi tempat pelayanan kesehatan itu berada. Pengelolaan secara manual selain tidak efisien juga menghambat dalam proses pengambilan keputusan manajemen dan proses pelaporan.
  2. Pengelolaan SIK Komputerisasi Offline, pada jenis ini pengelolaan informasi di pelayanan kesehatan sebagian besar/seluruhnya sudah dilakukan dengan menggunakan perangkat komputer, baik itu dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen (SIM) maupun dengan aplikasi perkantoran elektronik biasa, namun masih belum didukung oleh jaringan internet online ke dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi/bank data kesehatan nasional.
  3. Pengelolaan SIK Komputerisasi Online, pada jenis ini pengelolaan informasi di pelayanan kesehatan sebagian besar/seluruhnya sudah dilakukan dengan menggunakan perangkat komputer, dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen dan sudah terhubung secara online melalui jaringan internet ke dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi/bank data kesehatan nasional untuk memudahkan dalam komunikasi dan sinkronisasi data.

2.5. Model Sistem Informasi Kesehatan Nasional

SIK Nasional yang diharapkan adalah SIK Terintegrasi yaitu sistem informasi yang menyediakan mekanisme saling hubung antar sub sistem informasi dengan berbagai cara yang sesuai dengan yang dibutuhkan, sehingga data dari satu sistem secara rutin dapat melintas, menuju atau diambil oleh satu atau lebih sistem yang lain. Hal ini melingkupi sistem secara teknis (sistem yang bisa berkomunikasi antar satu sama lain) dan konten (data set yang sama). Aliran informasi antar sistem sangat bermanfaat bila data dalam file suatu sistem diperlukan juga oleh sistem yang lainnya, atau output suatu sistem menjadi input bagi sistem lainnya. Bentuk fisik dari SIK Terintegrasi adalah sebuah aplikasi sistem informasi yang dihubungkan dengan aplikasi lain (aplikasi sistem informasi puskesmas, sistem informasi rumah sakit, dan aplikasi lainnya) sehingga secara interoperable terjadi pertukaran data antar aplikasi.

Dengan SIK Terintegrasi, data entri hanya perlu dilakukan satu kali sehingga data yang sama akan disimpan secara elektronik dan bisa dikirim dan diolah. SIK Terintegrasi yang berbasis elektronik adalah strategi pengembangan yang akan diadopsi untuk meringankan beban pencatatan dan pelaporan petugas kesehatan di lapangan.

Dalam rangka mewujudkan SIK Terintegrasi, dikembangkan model SIK Nasional yang menggantikan sistem yang saat ini masih diterapkan di Indonesia. Model ini memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi tetapi tetap dapat menampung SIK Manual untuk fasilitas kesehatan yang masih mempunyai keterbatasan infrastruktur (seperti pasokan listrik dan peralatan komputer serta jaringan internet). Kedepan semua pemangku kepentingan SIK bisa bergerak menuju ke arah SIK Komputerisasi dimana proses pencatatan, penyimpanan dan diseminasi informasi bisa lebih efisien dan efektif serta keakuratan data dapat ditingkatkan.

Fasilitas pelayanan kesehatan yang masih memakai sistem manual akan melakukan pencatatan, penyimpanan dan pelaporan berbasis kertas. Laporan dikirimkan dalam bentuk hardcopy (kertas) berupa data rekapan/agregat ke dinas kesehatan kabupaten/kota.

Fasilitas pelayanan kesehatan dengan komputerisasi offline, laporan dikirim dalam bentuk softcopy berupa data individual ke dinas kesehatan kabupaten/kota.

Fasilitas pelayanan kesehatan dengan komputerisasi online, data individual langsung dikirim ke Bank Data Kesehatan Nasional dalam format yang telah ditentukan.

Petugas kesehatan di lapangan (bidan desa, perawat desa/perawat perkesmas, posyandu, polindes) melapor kepada puskesmas yang membinanya, berupa data rekapan/agregat sesuai jadwal yang telah ditentukan. Selanjutnya akan dikembangkan program mobile health (mHealth) dengan teknologi informasi dan komunikasi sehingga data individual dapat langsung masuk ke Bank Data Kesehatan Nasional.

Di dinas kesehatan kabupaten/kota, laporan hardcopy dari semua fasilitas pelayanan kesehatan (kecuali milik pemerintah provinsi dan pemerintah pusat) akan dientri ke dalam aplikasi SIKDA generik. Laporan softcopy yang diterima, akan diimpor ke dalam aplikasi SIKDA Generik selanjutnya semua bentuk laporan diunggah ke Bank Data Kesehatan Nasional.

Dinas kesehatan provinsi melakukan hal yang sama dengan dinas kesehatan kabupaten/kota untuk laporan dari unit pelayanan kesehatan milik Provinsi.

Informasi yang bersumber dari luar fasilitas kesehatan (misalnya kependudukan) akan diambil dari sumber yang terkait (contohnya BPS) dan dimasukkan ke dalam Bank Data Kesehatan Nasional. Semua pemangku kepentingan yang membutuhkan informasi kesehatan dapat mengakses informasi yang diperlukan dari bank Data Kesehatan Nasional melalui website Kemenkes.

2.6. Implementasi Model Sistem Informasi Kesehatan Nasional

Implementasi model SIK Nasional akan dilakukan secara bertahap :

Tahap 1 – Pengembangan fasilitas Bank Data Kesehatan Nasional dan platform (dashboard) diseminasi informasi. Bank Data Kesehatan Nasional menyimpan data kesehatan individu (data disaggregat), data survei, sensus, penelitian dan data lintas sektor. Platform desiminasi informasi akan berperan sebagai pintu utama akses data kesehatan dimana semua pemangku kepentingan dan pemakai data kesehatan bisa mengakses secara online dari mana saja dan melakukan ”data mining” atau pembuatan laporan secara fleksibel dan terkomputerisasi. Pelaksana tahap ini adalah Pusdatin Kemenkes.

Tahap 2 – Implementasi SIK komputerisasi di semua komponen sistem kesehatan (puskesmas, RS, dinkes kabupaten/kota/provinsi). Pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengalokasikan dana dan melaksanakan implementasi ini secara bertahap.

Tahap 3 – Pengembangan dan Implementasi mHealth untuk petugas kesehatan di lapangan. Melihat kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dan memiliki banyak lokasi terpencil, mHealth perlu dikembangkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, pelaporan, dan pembelajaran.

Tahap 4 - Pengembangan dan Implementasi e-Health lainnya, termasuk telemedicine, distance learning, dll.

2.7. SIKDA Generik

Sistem Kesehatan Daerah (SIKDA) Generik ini adalah upaya dari Kemenkes dalam menerapkan standarisasi Sistem Informasi Kesehatan, sehingga dapat tersedia data dan informasi kesehatan yang akurat, tepat dan cepat, dengan mendayagunakan teknologi informasi dan komunikasi dalam pengambilan keputusan/kebijakan dalam bidang kesehatan di Kabupaten/Kota, Provinsi dan Kementerian Kesehatan. SIKDA Generik merupakan aplikasi elektronik yang dirancang untuk mampu menjembatani komunikasi data antar komponen dalam sistem kesehatan nasional yang meliputi puskesmas, rumah sakit, dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan Kementerian Kesehatan. SIKDA Generik terdiri dari 3 aplikasi sistem informasi elektronik yaitu Sistem Informasi Manajemen Puskesmas, Sistem Informasi Manajemen Dinas Kesehatan, dan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit. SIKDA Generik ini akan didistribusikan kepada seluruh fasilitas kesehatan dalam rangka pengembangan SIK komputerisasi.

2.8. Tanggung Jawab Pemerintah dalam Menentukan Kebijakan Sistem Informasi Kesehatan

Pemerintah mempunyai tanggungjawab untuk menetapkan strategi pengembangan dan pengelolaan SIK. Semua pemangku kepentingan SIK mempunyai kewajiban untuk mengikuti penetapan dan kebijakan yang ditentukan serta mempunyai peran untuk memperkuat SIK di Indonesia. Koordinasi lintas sektor merupakan hal yang penting karena SIK bukan hanya tanggung jawab bidang kesehatan tetapi juga bidang lain yang terkait di setiap jenjang. Di tingkat provinsi/kabupaten/kota, pelaksanaan SIK juga harus didukung oleh suatu kebijakan yang memperkuatnya sebagai pijakan pelaksanaan bagi pengelola SIK di daerah. Setiap daerah (provinsi dan kabupaten/kota) membuat peraturan daerah mengenai SIK yang sejalan dengan SIK Nasional. Selain itu Kepala fasilitas pelayanan kesehatan juga dapat mengeluarkan keputusan terkait SIK sesuai wilayah kerjanya, untuk memastikan pelaksanaan operasional.

2.9. Penyelenggara Sistem Informasi Kesehatan

Pengelolaan SIK merupakan suatu hal yang penting dan tidak mudah sehingga memerlukan unit khusus yang fokus dan kompeten. Pengelolaan SIK diselenggarakan oleh semua tingkatkan manajemen kesehatan di pusat maupun daerah dan melibatkan semua pemangku kepentingan (bidang kesehatan dan selain bidang kesehatan). Berikut ini diuraikan organisasi penyelenggara di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan pelayanan kesehatan.

2.9.1. Penyelenggara Tingkat Pusat

Penyelenggara SIK di pusat dikoordinasikan dan difasilitasi oleh Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan sebagai pusat jaringan SIK Nasional. Dalam rangka memperkuat koordinasi SIK Nasional dibentuk Dewan SIK Nasional. Dewan SIK Nasional terdiri atas semua pemangku kepentingan dan terdiri dari komite ahli, tim perumus, dan kelompok kerja. Tugas dan mekanisme kerja Dewan SIK Nasional akan ditentukan kemudian.

2.9.2. Penyelenggara Tingkat Provinsi

Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No 267/Menkes/SK/III/2008 tentang petunjuk teknis pengorganisasian dinas kesehatan daerah, organisasi yang menangani data dan informasi di dinas kesehatan provinsi seyogyanya dibentuk UPT Dinas (UPTD). Dalam rangka penyelenggaraan SIK di tingkat Provinsi perlu dibentuk Tim SIKDA. Tim SIKDA terdiri dari:
  1. Penanggung jawab: Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Koordinator: Pejabat Eselon III yang bertanggung jawab terhadap data dan informasi
  2. Sekretaris: Pejabat Eselon IV yang bertanggung jawab terhadap data dan informasi
  3. Anggota: Semua pemangku kepentingan di tingkat provinsi


2.9.3. Penyelenggara Tingkat Kabupaten/Kota

Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No 267/Menkes/SK/III/2008 tentang petunjuk teknis pengorganisasian dinas kesehatan daerah, organisasi yang menangani data dan informasi di dinas kesehatan kabupaten/kota seyogyanya dibentuk UPT Dinas (UPTD). Dalam rangka penyelenggaraan SIK di tingkat Kabupaten/Kota perlu juga dibentuk Tim SIKDA. Tim SIKDA terdiri dari:
  1. Penanggung jawab: Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
  2. Koordinator: Pejabat Eselon III yang bertanggung jawab terhadap data dan informasi
  3. Sekretaris: Pejabat Eselon IV yang bertanggung jawab terhadap data dan informasi
  4. Anggota: Semua pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota


2.9.4. Penyelenggara Tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat dasar, rujukan dan jaringannya baik milik pemerintah dan swasta, harus memiliki unit/tim yang menangani SIK. Untuk di pelayanan kesehatan tingkat dasar dibentuk tim pengelola SIK/data yang terdiri dari staf dengan kompetensi pengelolaan SIK dan TIK. Di rumah sakit di bentuk unit yang menangani sistem informasi dan komunikasi seperti yang diamanatkan dalam UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

2.10. Sumber Data

Data adalah bukti nyata yang menggambarkan kondisi atau fakta yang sebenarnya di lapangan atau di masyarakat. Informasi adalah hasil dari pengolahan data dalam bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya yang menggambarkan suatu kejadian sehingga akan berguna untuk pengambilan keputusan. Data dapat dikumpulkan dengan berbagai macam cara, yaitu: (1) metode rutin, dan (2) metode non-rutin. Pengumpulan data secara rutin dilakukan untuk data yang berasal dari fasilitas kesehatan. Data ini dikumpulkan atas dasar catatan atau rekam medik pasien/klien baik yang berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan maupun yang dilayani di luar gedung fasilitas pelayanan kesehatan. Pengumpulan data secara rutin umumnya dilakukan oleh petugas kesehatan. Akan tetapi pengumpulan data secara rutin juga dapat dilakukan oleh masyarakat (kader kesehatan). Bentuk lain dari pengumpulan data secara rutin adalah registrasi vital. Adapun pengumpulan data secara non-rutin umumnya dilakukan melalui survei, sensus, evaluasi cepat (kuantitatif atau kualitatif), dan studi-studi khusus/penelitian. Intervensi kesehatan tidak efektif dan tidak tepat sasaran tanpa informasi dan data yang akurat dan tepat waktu.

2.11. Jenis Sumber Data

Sumber data kesehatan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang bersumber dari fasilitas dan masyarakat

1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Sumber data kesehatan yang berasal dari fasilitas terdiri dari :
  • Fasilitas kesehatan: Data di fasilitas kesehatan didapatkan dari format pencatatan dan pelaporan yang telah ditetapkan. Data di fasiltas kesehatan mencakup data kegiatan dan data sumber daya. Fasilitas kesehatan melingkupi fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta seperti praktek swasta, Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan, UPT kesehatan lain, dll.
  • Fasilitas selain kesehatan: Fasilitas selain kesehatan yang dimaksud di sini antara lain : BPS, Dinas Pendidikan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, dll.

2. Masyarakat

Data yang bersumber dari masyarakat biasanya digunakan untuk mengevaluasi dampak (derajat kesehatan, lingkungan sehat, perilaku sehat, dan keterjangkauan pelayanan kesehatan). Data ini dapat dikumpulkan melalui kajian cepat (rapid asessment) seperti observasi, wawancara dan diskusi kelompok terfokus (FGD) dan Survei seperti Riskesdas, SKRT, Susenas, SDKI, sistem registrasi penduduk dan lain-lain. Data berbasis masyarakat dapat menangkap informasi tentang latar belakang sosial budaya masyarakat, harapan, perilaku, dan lain-lain secara lebih lengkap.

2.12. Aplikasi Sistem Informasi Kesehatan pada Sistem Informasi Rumah Sakit

Sistem informasi rumah sakit tidak dapat lepas kaitannya dengan sistem informasi kesehatan karena sistem ini merupakan aplikasi dari sistem informasi kesehatan itu sendiri. Untuk itu, perlu kita mengetahui sedikit tentang sistem informasi rumah sakit yang ada di Indonesia, mulai dari rancang bangun (desain) sistem informasi rumah sakit hingga pengembangannya.
Rancang Bangun Rumah Sakit (SIRS), sangat bergantung kepada jenis dari rumah sakit tersebut. 
Rumah sakit di Indonesia, berdasarkan kepemilikannya dibagi menjadi 2, sebagai berikut:

A. Rumah Sakit Pemerintah, yang dikelola oleh:

Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri, TNI, BUMN. Sifat rumah sakit ini adalah tidak mencari keuntungan (non profit)

B. Rumah Sakit Swasta, yang dimiliki dan dikelola oleh sebuah yayasan, baik yang sifatnya tidak mencari keuntungan (non profit) maupun yang memang mencari keuntungan (profit)

Berdasarkan sifat layanannya rumah sakit dibagi 2, sebagai berikut:

A. Rumah Sakit Umum

Untuk Rumah Sakit Pemerintah, Rumah Sakit Umum digolongkan menjadi 4 tingkatan, sebagai berikut:

1)   Rumah Sakit Umum tipe A, rumah sakit umum yang memberikan layanan medis spesialistik dan subspesialistik yang luas.

2)   Rumah Sakit Umum tipe B, rumah sakit umum yang memberikan layanan medis spesialistik dan subspesialistik yang terbatas.

3)   Rumah Sakit Umum tipe C, rumah sakit umum yang memberikan layanan medis spesialistik yang terbatas, seperti penyakit dalam, bedah, kebidanan dan anak.

4)   Rumah Sakit Umum tipe D, rumah sakit umum yang memberikan layanan medis dasar. Untuk Rumah Sakit Swasta, Rumah Sakit Umum digolongkan menjadi 3 tingkatan sebagai berikut:
  • Rumah Sakit Umum Pratama, rumah sakit umum yang memberikan layanan medis umum,
  • Rumah Sakit Umum Madya, rumah sakit umum yang memberikan layanan medis spesialistik,
  • Rumah Sakit Umum Utama, rumah sakit umum yang memberikan layanan medis spesialistik dan subspesialisitik.

B. Rumah Sakit Khusus

Rumah sakit khusus ini banyak sekali ragamnya, rumah sakit ini melakukan penanganan untuk satu atau beberapa penyakit tertentu dan layanan medis subspesialistik tertentu. Yang masuk dalam kelompok ini diantaranya: Rumah Sakit Karantina, Rumah Sakit Bersalin, dsb.

Dari Keputusan Menteri Kesehatan No. 983 tahun 1992, dapat diketahui bahwa organsasi rumah sakit secara umum adalah organisasi matriks. Semua staf yang ada, dibagi ke dalam divisi-divisi yang ada dalam struktur organisasi rumah sakit tersebut, sedangkan setiap tenaga medis tersebut juga dikelompokkan ke dalam kelompok fungsional menurut profesinya masing-masing dan setiap kelompok fungsional dipimpin oleh seorang ketua kelompok.

Organisasi matriks adalah organisasi yang paling dinamis dan paling baik, jika dibandingkan dengan tipe organisasi lainnya, namun harus disadari sepenuhnya bahwa setiap staf dalam organisasi tersebut mempunyai 2 pimpinan sekaligus yang memberikan perintah dan pengarahan kepada yang bersangkutan, yaitu pimpinan divisi dan pimpinan kelompok. Oleh karena itu, setiap staf pada organisasi matriks harus mampu bekerjasama lintas divisi, mampu berkomunikasi dengan baik dengan ke 2 pimpinannya dan mampu membagi pekerjaannya berdasarkan prioritas. Organisasi matriks memang sangat memerlukan dukungan teknologi infomasi/komputer dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya. Namun agar teknologi informasi dapat memberikan dukungan yang maksimal, maka panataan pola kerja organisasi tersebut merupakan prasyarat utama.

Untuk menyusun SIRS digunakan 4 pertanyaan sederhana sebagai berikut:

  1. Apa fungsi/tugas utama dari rumah sakit ? Jawaban pada umumnya adalah layanan kesehatan
  2. Apa objek/sasaran dari fungsi/tugas utama rumah sakit ? Jawaban pada umumnya adalah pasien/penderita
  3. Dukungan operasional apa saja yang diperlukan oleh rumah sakit ? Jawaban pada umumnya adalah tenaga kerja, keuangan dan sarana/prasaran
  4. Sistem apa yang dibutuhkan untuk mengelola rumah sakit tersebut ? Jawaban pada umumnya adalah manajemen rumah sakit.

Berdasarkan jawaban tersebut, maka SIRS terdiri dari:
  1. Subsistem Layanan Kesehatan, yang mengelola kegiatan layanan kesehatan.
  2. Subsistem Rekam Medis, yang mengelola data pasien.
  3. Subsistem Personalia, yang mengelola data maupun aktivitas tenaga medis maupun tenaga administratif rumah sakit.
  4. Subsistem Keuangan, yang mengelola data-data dan transaksi keuangan.
  5. Subsistem Sarana/Prasarana, yang mengelola sarana dan prasarana yang ada di dalam rumah sakit tersebut, termasuk peralatan medis, persediaan obat-obatan dan bahan habis pakai lainnya.
  6. Subsistem Manajemen Rumah Sakit, yang mengelola aktivitas yang ada didalam rumah sakit tersebut, termasuk pengelolaan data untuk perencaan jangka panjang, jangka pendek, pengambilan keputusan dan untuk layanan pihak luar.

Ke 6 subsistem tersebut diatas kemudian harus dijabarkan lagi ke dalam modul-modul yang sifatnya lebih spesifik. Subsistem Layanan Kesehatan dapat dijabarkan lebih lanjut menjadi:

  • Modul Rawat Jalan, yang mengelola data-data dan aktivitas layanan medis rawat jalan.
  • Modul Rawat Inap, yang mengelola data-data dan aktivitas layanan medis rawat inap.
  • Modul Layanan Penunjang Medis, termasuk didalamnya tindakan medis, pemeriksaan laboratorium, dsb.

2.13.   Pengembangan Sistem Informasi Rumah Sakit

Dalam melakukan pengembangan SIRS, pengembang haruslah bertumpu dalam 2 hal penting yaitu “kriteria dan kebijakan pengembangan SIRS” dan “sasaran pengembangan SIRS” tersebut. Adapun kriteria dan kebijakan yang umumnya dipergunakan dalam penyusunan spesifikasi SIRS adalah sebagai berikut:
  1. SIRS harus dapat berperan sebagai subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional dalam memberikan informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu.
  2. SIRS harus mampu mengaitkan dan mengintegrasikan seluruh arus informasi dalam jajaran Rumah Sakit dalam suatu sistem yang terpadu.
  3. SIRS dapat menunjang proses pengambilan keputusan dalam proses perencanaan maupun pengambilan keputusan operasional pada berbagai tingkatan.
  4. SIRS yang dikembangkan harus dapat meningkatkan daya-guna dan hasil-guna terhadap usaha-usaha pengembangan sistem informasi rumah sakit yang telah ada maupun yang sedang dikembangkan.
  5. SIRS yang dikembangkan harus mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap perubahan dan perkembangan dimasa datang.
  6. Usaha pengembangan sistem informasi yang menyeluruh dan terpadu dengan biaya investasi yang tidak sedikit harus diimbangi pula dengan hasil dan manfaat yang berarti (rate of return) dalam waktu yang relatif singkat.
  7. SIRS yang dikembangkan harus mampu mengatasi kerugian sedini mungkin.
  8. Pentahapan pengembangan SIRS harus disesuaikan dengan keadaan masing-masing subsistem serta sesuai dengan kriteria dan prioritas.
  9. SIRS yang dikembangkan harus mudah dipergunakan oleh petugas, bahkan bagi petugas yang awam sekalipun terhadap teknologi komputer (user friendly).
  10. SIRS yang dikembangkan sedapat mungkin menekan seminimal mungkin perubahan, karena keterbatasan kemampuan pengguna SIRS di Indonesia, untuk melakukan adaptasi dengan sistem yang baru.

Pengembangan diarahkan pada subsistem yang mempunyai dampak yang kuat terhadap pengembangan SIRS. Atas dasar dari penetapan kriteria dan kebijakan pengembangan SIRS tersebut di atas, selanjutnya ditetapkan sasaran pengembangan sebagai penjabaran dari Sasaran Jangka Pendek Pengembangan SIRS, sebagai berikut:
  • Memiliki aspek pengawasan terpadu, baik yang bersifat pemeriksaan tau pengawasan (auditable) maupun dalam hal pertanggungjawaban penggunaan dana (accountable) oleh unit-unit yang ada di lingkungan rumah sakit.
  • Terbentuknya sistem pelaporan yang sederhana dan mudah dilaksanakan, akan tetapi cukup lengkap dan terpadu.
  • Terbentuknya suatu sistem informasi yang dapat memberikan dukungan akan informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu melalui dukungan data yang bersifat dinamis.
  • Meningkatkan daya-guna dan hasil-guna seluruh unit organisasi dengan menekan pemborosan.
  • Terjaminnya konsistensi data.
  • Orientasi ke masa depan.
  • Pendayagunaan terhadap usaha-usaha pengembangan sistem informasi yang telah ada maupun sedang dikembangkan, agar dapat terus dikembangkan dengan mempertimbangkan integrasinya sesuai Rancangan Global SIRS.

SIRS merupakan suatu sistem informasi yang, cakupannya luas (terutama untuk rumah sakit tipe A dan B) dan mempunyai kompleksitas yang cukup tinggi. Oleh karena itu penerapan sistem yang dirancang harus dilakukan dengan memilih pentahapan yang sesuai dengan kondisi masing-masing subsistem, atas dasar kriteria dan prioritas yang ditentukan. Kesinambungan antara tahapan yang satu dengan tahapan berikutnya harus tetap terjaga. Secara garis besar tahapan pengembangan SIRS adalah sebagai berikut:
  • Penyusunan Rencana Induk Pengembangan SIRS,
  • Penyusunan Rancangan Global SIRS,
  • Penyusunan Rancangan Detail/Rinci SIRS,
  • Pembuatan Prototipe, terutama untuk aplikasi yang sangat spesifik,
  • Implementasi, dalam arti pembuatan aplikasi, pemilihan dan pengadaan perangkat keras maupun perangkat lunak pendukung.
  • Operasionalisasi dan Pemantapan.

Sistem Informasi Rumah Sakit yang berbasis komputer (Computer Based Hospital Information System) memang sangat diperlukan untuk sebuah rumah sakit dalam era globalisasi, namun untuk membangun sistem informasi yang terpadu memerlukan tenaga dan biaya yang cukup besar. Kebutuhan akan tenaga dan biaya yang besar tidak hanya dalam pengembangannya, namun juga dalam pemeliharaan SIRS maupun dalam melakukan migrasi dari sistem yang lama pada sistem yang baru. Selama manajemen rumah sakit belum menganggap bahwa informasi adalah merupakan aset dari rumah sakit tersebut, maka kebutuhan biaya dan tenaga tersebut diatas dirasakan sebagai beban yang berat, bukan sebagai konsekuensi dari adanya kebutuhan akan informasi. Kalau informasi telah menjadi aset rumah sakit, maka beban biaya untuk pengembangan, pemeliharaan maupun migrasi SIRS sudah selayaknya masuk dalam kalkulasi biaya layanan kesehatan yang dapat diberikan oleh rumah sakit itu. Perlu disadari sepenuhnya, bahwa penggunaan teknologi informasi dapat menyebabkan ketergantungan, dalam arti sekali mengimplementasikan dan mengoperasionalkan SIRS, maka rumah sakit tersebut selamanya terpaksa harus menggunakan teknologi informasi. Hal ini disebabkan karena perubahan dari sistem yang terotomasi menjadi sistem manual merupakan kejadian yang sangat tidak menguntungkan bagi rumah sakit tersebut. Perangkat lunak SIRS siap pakai yang tersedia di pasaran pada saat ini sebagian besar adalah perangkat lunak SIRS yang hanya mengelola sebagian sistem atau beberapa subsistem dari SIRS. Untuk dapat memilih perangkat lunak SIRS siap pakai dan perangkat keras yang akan digunakan, maka rumah sakit tersebut harus sudah memiliki rancang bangun (desain) SIRS yang sesuai dengan kondisi dan situasi rumah.

2.14.   Tujuan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan

Melalui hasil pengembangan sistem informasi diatas, maka diharapkan dapat menghasilkan hal-hal sebagai berikut:
  1. Perangkat lunak tersebut dikembangkan sesuai dengan sesuai dengan standar yang ditentukan oleh pemerintah daerah.
  2. Dengan menggunakan open system tersebut diharapkan jaringan akan bersifat interoperable dengan jaringan lain.
  3. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mensosialisasikan dan mendorong pengembangan dan penggunaan Local Area Network di dalam kluster unit pelayanan kesehatan baik pemerintah dan swasta sebagai komponen sistem di masa depan.
  4. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mengembangkan kemampuan dalam teknologi informasi video, suara, dan data nirkabel universal di dalam Wide Area Network yang efektif, homogen dan efisien sebagai bagian dari jaringan sistem informasi pemerintah daerah.
  5. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan merencanakan, mengembangkan dan memelihara pusat penyimpanan data dan informasi yang menyimpan direktori materi teknologi informasi yang komprehensif.
  6. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan secara proaktif mencari, menanalisis, memahami, menyebarluaskan dan mempertukarkan secara elektronis data/informasi bagi seluruh stakeholders
  7. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan memanfaatkan website dan access point lain agar data kesehatan dan kedokteran dapat dimanfaatkan secara luas dan bertanggung jawab dan dalam rangka memperbaiki pelayanan kesehatan sehingga kepuasan pengguna dapat dicapai sebaik-baiknya
  8. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan merencanakan pengembangan manajemen SDM sistem informasi mulai dari rekrutmen, penempatan, pendidikan dan pelatihan, penilaian pekerjaan, penggajian dan pengembangan karir.
  9. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mengembangkan unit organisasi pengembangan dan pencarian dana bersumber masyarakat yang berkaitan dengan pemanfaatan dan penggunaan data/informasi kesehatan dan kedokteran.
  10. Dapat digunakan untuk mengubah tujuan, kegiatan, produk, pelayanan organisasi, untuk mendukung agar organisasi dapat meraih keunggulan kompetitif.
  11. Mengarah pada peluang-peluang strategis yang dapat ditemukan.


2.15.   Ruang Lingkup Sistem Informasi Kesehatan

Ruang lingkup Aplikasi Sistem Informasi Kesehatan, mencakup pengelolaan informasi dalam lingkup manajemen pasien (front office management). Lingkup ini antara lain sebagai berikut:
  1. Registrasi Pasien, yang mencatat data/status pasien untuk memudahkan pengidentifikasian maupun pembuatan statistik dari pasien masuk sampai keluar. Modul ini meliputi pendaftaran pasien baru/lama, pendaftaran rawat inap/jalan, dan info kamar rawat inap.
  2. Rawat Jalan/Poliklinik yang tersedia di rumah sakit, seperti: penyakit dalam, bedah, anak, obstetri dan ginekologi, KB, syaraf, jiwa, THT, mata, gigi dan mulut, kardiologi, radiologi, bedah orthopedi, paru-paru, umum, UGD, dan lain-lain sesuai kebutuhan. Modul ini juga mencatat diagnosa dan tindakan terhadap pasien agar tersimpan di dalam laporan rekam medis pasien.
  3. Rawat Inap. Modul ini mencatat diganosa dan tindakan terhadap pasien, konsultasi dokter, hubungan dengan poliklinik/penunjang medis.
  4. Penunjang Medis/Laboratorium, yang mencatat informasi pemeriksaan seperti: ECG, EEG, USG, ECHO, TREADMIL, CT Scan, Endoscopy, dan lain-lain.
  5. Penagihan dan Pembayaran, meliputi penagihan dan pembayaran untuk rawat jalan, rawat inap dan penunjang medis (laboratorium, radiologi, rehab medik), baik secara langsung maupun melalui jaminan dari pihak ketiga/asuransi/JPKM. Modul ini juga mencatat transaksi harian pasien (laboratorium, obat, honor dokter), daftar piutang, manajemen deposit dan lain-lain.
  6. Apotik/Farmasi, yang meliputi pengelolaan informasi inventori dan transaksi obat-obatan. Melalui lingkup manajemen pasien tersebut dapat diperoleh laporan-laporan mengenai:

  • Pendapatan rawat inap dan jalan secara periodik (harian, bulanan dan tahunan),
  • Penerimaan kasir secara periodik,
  • Tagihan dan kwitansi pembayaran pasien,
  • Rekam medis pasien,
  • Data kegiatan rumah sakit dalam triwulan (RL1),
  • Data morbiditas pasien rawat inap (RL2a),
  • Data morbiditas pasien rawat jalan (RL2b),
  • Data morbiditas penyakit khusus pasien rawat inap (RL2a1),
  • Data morbiditas penyakit khusus pasien rawat jalan (RL2b1),
  • Penerimaan kasir pada bagian farmasi/apotik,
  • Pembelian kasir pada bagian farmasi/apotik,
  • Manajemen ketersediaan obat pada bagian farmasi/apotik,
  • Grafik yang menunjang dalam pengambilan keputusan.

Untuk memudahkan penyajian informasi tersebut, maka laporan-laporan tersebut dapat diekspor ke berbagai macam format antara lain:
  • Comma separated value (CSF),
  • Data Interchange Format (DIF),
  • Excel (XLS versi 2.1, 3.0, 4.0, 5.0, dan 5.0 tabular),
  • HTML 3.0 (draft standard), 3.2 (extended & standard),
  • Lotus 1-2-3 (WK1, WK3, WK5),
  • ODBC,
  • Rich Text Format (RTF),
  • ext,
  • Word for Windows Document.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi kesehatan merupakan sebuah sarana sebagai penunjang pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat. Sistem informasi kesehatan yang efektif memberikan dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan di semua jenjang, bahkan di puskesmas atau rumah sakit kecil sekalipun. Bukan hanya data, namun juga informasi yang lengkap, tepat, akurat, dan cepat yang dapat disajikan dengan adanya sistem informasi kesehatan yang tertata dan terlaksana dengan baik.


BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

SIK adalah suatu sistem yang menyediakan dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan di setiap jenjang administrasi kesehatan, baik di tingkat unit pelaksana upaya kesehatan, di tingkat kabupaten/kota, di tingkat provinsi, maupun di tingkat pusat.

Menurut World Health Organization (WHO) dalam buku “Design and Implementaiton of Health Information System” (2000) bahwa suatu sistem informasi kesehatan tidak dapat berdiri sendiri, melainkan sebagai bagian dari suatu sistem kesehatan. Sistem informasi kesehatan yang efektif memberikan dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan semua jenjang. Sistem informasi harus dijadikan sebagai alat yang efektif bagi manajemen. WHO juga menyebutkan bahwa SIK merupakan salah satu dari 6 “building blocks” atau komponen utama dalam suatu sistem kesehatan.

SIK disebut sebagai salah satu dari 7 komponen yang mendukung suatu sistem kesehatan, dimana sistem kesehatan tidak bisa berfungsi tanpa satu dari komponen tersebut. SIK bukan saja berperan dalam memastikan data mengenai kasus kesehatan dilaporkan tetapi juga mempunyai potensi untuk membantu dalam meningkatkan efisiensi dan transparansi proses kerja.

Pada saat ini di Indonesia terdapat 3 (tiga) model pengelolaan SIK, yaitu :

Pengelolaan SIK Manual
Pengelolaan SIK Komputerisasi Offline
Pengelolaan SIK Komputerisasi Online


Sumber:

Kemenkes RI. Pedoman Sistem Informasi Kesehatan. 2011. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

http://infokes.co.id/index.php/text/209/Sejarah

http://www.dinkes-dki.go.id/sik.htm

http://www.depkes.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar